B: “Jadi memang benar ya kalau kamu adalah Dewa Perang!”
M: “Hei, tenang, apa maksudmu?”
B: “Kau adalah Mars. Yang orang bilang mirip saya tapi kau
lebih merah, apa itu sebabnya ada dua satelit yang tertarik pada gravitasimu, sedangkan
hanya ada bulan di dekatku?”
M: “Sirik saja kau. Kau iri?”
B: “Phobos mu, saya tahu dia sebenarnya sangat takut berada
diantara kau dan Deimos. Mau pergi tetapi dia tidak berani meninggalkanmu. Dia
terlalu setia. Dan kau tidak bisa tidak bertemu atau sekedar mengucapkan hai padanya
dalam waktu lebih dari sebelas jam. Bagaimana dia bisa terbang meninggalkanmu. Sedangkan
Deimos, dia seperti peneror yang mabuk akan cintamu disana. Jauh memang, tapi
dia tahu segalanya, bahasa kerennya sebut saja stalker. Dan kau juga tidak bisa
melepaskannya begitu saja dari gravitasimu karena dia dengan sabar menantimu
selama...kau tahu, dia akan setia menantimu selama limapuluh juta tahun untuk
benar-benar hanya bersamamu. Dia tahu itu.”
M: “Saya tidak paham, Bumi. Apa maksudmu?”
B: “Hahahaha jangan sok polos atau kau memang benar-benar
akan mengajak perang. Anyway, suatu saat Phobos mu akan jatuh padamu dan dia
akan hancur.”
M: "Apa maksudmu Phobos akan hancur? Menurutmu kau ini
siapa?!”
B: “Saya Bumi, dan di planet saya ada yang namanya sains. Semesta
akan bertindak suatu saat nanti, dan Phobos, si penakut yang bisa terbang itu
akan hancur, dia akan jatuh padamu, maksudku benar-benar jatuh karena
kehilangan gravitasimu dan kemudian akan hancur. Dia akan meninggalkan bekas
luka yang dalam pada permukaanmu. Mungkin akan membekas selama matahari masih
bersinar dan kita masih berputar pada orbit kita. Saat itu kau hanya akan
bersama teroris busuk itu. Si Deimos. Bersenang-senanglah, Mars, pakailah lima puluh
juta tahun itu untuk membuat Phobos tersenyum, buat saja dia bahagia. Mungkin
pada dimensi waktu yang lain kau pernah menyakitinya. Bersiaplah.”
M: “.....”
Sementara itu terlihat mata Deimos terbelalak mendengar
ke-sok-tahuan Bumi karena selama ini mungkin hanya dia yang tahu akan rencana semesta.
Sedangkan Mars memutar bola matanya, berfikir sejenak, kemudian menghela nafas
panjang, lalu diam. Sunyi. Di dekatnya Phobos tertidur, tapi dalam tidurnya dia
bermimpi Mars tersenyum padanya dan menggenggam tangannya walaupun Phobos tahu
pikirannya hanyalah Deimos. Bumi kembali sibuk dengan urusannya.
Semesta masih bersabar menunggu untuk mengungkap semua, lima
puluh juta tahun lagi.
Mars-Phobos-Deimos
si dewa perang-si penakut yang bisa terbang-tukang teror!