“Segalanya
semakin dekat, ketika sesuatu itu terus kau pikirkan.”
Sudah
tengah bulan saja. Waktu begitu cepat, secepat tidurku tadi sore. Yah walaupun
bulan sedang indah-indahnya dan langit sedang cerah-cerahnya, tapi meja dan
tugas tak mengijinkan aku beranjak keluar bersamamu malam ini. Tapi tak apa,
toh kita masih bersama-sama, di depan meja dengan tumpukan buku-buku dan
kertas-kertas ini.
Projek
ini memang projek masing-masing dari kita, tapi tak ada salahnya bertukar
pikiran dan pendapat tentang masalah ini. Selama ini kita memang selalu begitu
kan, bertukar cerita dan saling memberi masukan.
Cangkir
kopi kedua ku sudah hampir habis ku minum, eh tiba-tiba kau malah menyuruhku
membuatkan untukmu. Tadi sempat ku tawari, tapi kau menolak.
Sembari
mengaduk kopi hitam tanpa gula kesukaanmu aku melamun, hanya dalam sedetik aku
larut, dalam dan jauh seakan-akan badanku terbawa terbang olehnya.
Deg!
Dalam pikirku
ada yang berbicara, pelan tapi bernada, ada alunan musik klasik dibelakangnya.
Segalanya
terasa menjadi dekat ketika hal itu semakin sering dipikirkan. Entah hanya
mendengar namamu disebut, melihatmu tidak lebih dari sepuluh meter, chit-chat
denganmu dan terkadang tanpa sengaja bertemu di suatu tempat. Semakin dipikirkan
juga semakin ada yang berdetak tak beres dijauh sana. Ah... mungkin efek dua
cangkir kopi yang kuminum, sangkalku.
Reflek, mataku melirik ke arahmu yang sedang membolak-balik kertas yang berisi rangkumanku. Hmm... pantas saja, kau tidak suka gula.
A-
No comments:
Post a Comment