Friday, November 22, 2013

goodbye, partner

adalah sebuah harapan ketika kuingin terbang bersamamu, melintasi awan dan menembus atmosfer, lalu ku bebas melayang-layang  

Sudah kubilang kepadamu untuk tidak mengantarku ke stasiun. Tapi, kau memang orang paling keras kepala yang pernah ku kenal. Sore itu di stasiun Tugu, kau dan aku turun dari taksi. Sudah kubilang juga jangan mengantarku sampai dalam. Tapi tak kau pedulikan kata-kataku.Kau menggandeng lenganku, erat. Seakan tak mau ditinggal pergi. Aku jadi serba salah. Kau bilang aku harus pergi mencapai mimpiku, tapi tanganmu yang ada dilenganku mengisyaratkan yang lain. 

Keretaku datang sekitar setengah jam lagi. Kereta ekonomi yang nantinya membawaku ke ibu kota Jawa Barat. Kau dan aku berbicara dalam diam. Aku tidak tahu harus bilang apalagi. Jujur aku sedih, aku tidak mau pergi jauh darimu. Tapi sebagai pria dan bukan cowok, aku tidak boleh terlihat cengeng, apalagi di depanmu. Orang pertama yang membuatku tampak tolol dan bodoh di depan teman-temanku. 

* 

Siang itu aku melihatmu di bangku penonton. Babak kedua futsal antar angkatan dimulai dalam beberapa detik lagi. Dalam beberapa detik itu pula mataku dan matamu bertemu. Entah sengaja atau tidak kau memandangku. Dalam beberapa detik itu tubuhku rasanya kaku, susah sekali digerakkan. Dan jantungku berdegup entah sekencang apa, sampai perutku mulas. Senyumku, ku tahan kuat-kuat agar siapapun tidak bisa melihat lengkungan mengembang diwajahku. Tapi sial. Aku salah tingkah. Setengah mati rasanya. Bola yang dioper ke arahku kudiamkan saja karena kakiku masih kaku. Tatapan matamu itu, dek, membuat aku dihujat teman-temanku. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku terlihat sangat tolol di depan teman-temanku. 

Sejak saat itu pikiranku tak pernah jauh darimu. Setiap hari kudengar namamu disebut hampir setiap orang yang kutemui dikampus. Akupun jadi lebih sering melihatmu, dimanapun. Soundtrack hidupku berubah, jadi lagu paling cengeng untuk seorang pria. Lagu Menghitung Hari selalu kumainkan dengan petikan gitarku setiap sebelum tidur. Cupu! 

Beberapa hari yang lalu kudengar lagu itu dinyanyikan olehmu. Dengan petikan gitar asal-asalan dan suaramu yang cempreng, tapi ingatan itu manis. Lalu air matamu jatuh menetes di pipi. Aku ingin memelukmu, tapi aku tidak bisa. Bukan karena apa, tapi aku benar-benar tidak mau ada hal-hal semacam itu ketika status kita masih pacaran. Aku hanya memandangmu lekat-lekat dan ikut merasakan kesedihanmu yang akan kutinggal berkarir. 

Selesai memainkan lagu itu, kamu balik menatapku, dalam. Air matamu sudah tidak menetes lagi. Lalu kamu senyum, senyum tertulus yang pernah ku lihat selama ini. Hatiku mencelos. Kamu tidak berkata banyak, namun masih terngiang sampai sekarang.
‘aku tidak mau berhenti bermimpi, bersamamu.’

Aku senang, selama ini aku benar memilih partner. Ya, sebut kita partner. Kita saling mendukung mewujudkan ide dan impian kami selama beberapa bulan terakhir ini. Karya kita yang terakhir baru di launching sebulan lalu. Sekarang sudah tersebar di toko-toko buku seIndonesia. Buku dongeng untuk anak-anak dimana aku menjadi penulis dan kau menggambarkannya dengan ilustrasimu. 

* 

Tanganmu semakin erat memeluk lenganku.Wajahmu tidak sedih lagi. Malah tersenyum. Melihatmu tersenyum, senyumku ikut mengembang. Akhirnya kami berbicara setelah sekian lama sunyi. 

‘Nanti kalo sudah sampai, jangan lupa kabari ya.’
‘Lewat surat?’ candaku.
‘Keburu gila nunggu kabarmu pake surat.’
‘Biar romantislah.’
‘Hahaha, bukan kamu banget bilang romantis. Romantismu itu kalo kamu lagi marahin aku gara-gara dateng telat padahal kamu baru nunggu lima menit.’
‘Hmmm...aku bukan orang paling on time. Tapi aku nggak mau bikin kamu khawatir karena kabarku.’ 

Sekali lagi, aku bangga terhadapmu. Mungkin aku tidak akan bisa jauh-jauh darimu. Mungkin jarak yang memisahkan kita akan membuatku haus. Haus ketika kita berbicara tentang impian dan ide gila serta perasaan puas ketika kita berhasil mewujudkannya. Mimpi terbesar kita, aku sangat ingat, aku tidak mau berhenti. Pun ganti partner. Mungkin aku hanya bisa mewujudkannya bersamamu. Bersama orang yang sama-sama mempunyai imipan besar yang sama denganku. Dan pastinya orang yang tidak mudah mengeluh sepertimu. Aku tahu, pasti susah sekali berpura-pura tersenyum ketika di stasiun tadi. Aku tahu pasti hatimu sedih, tapi kau berusaha tegar. Padahal semua terbaca sangat jelas. Bahkan pelukan tanganmu berbicara demikian. 

Aku salut denganmu yang setegar itu. Aku tidak mau kalah. 

Lalu aku bangga pada diriku sendiri. 

Jangan sebut aku lelaki bila tak bisa dapatkan engkau  



 ah!

No comments:

Post a Comment