Bimasakti, Orbit Mars, 2000
Dear Mars,
Apa kabar? Sepertinya sudah sangat lama
saya tidak bercengkerama denganmu. Saya harap kau baik saja karena saya juga
baik saja. Terkadang mengucap doa pada
semesta membuat saya lebih tenang. Berharap kau baik saja, entah semesta
mendengar atau tidak. Semogalah dia mendengar dan menyampaikannya padamu.
Mars, saat ini saya hanya ingin berbagi. Mungkin basi pakai acara surat-menyurat begini
tapi apa lagi yang bisa saya lakukan dengan jarak 6000 kilometeran. Bisa saja
saya terbang, tapi saya pikir belum waktunya saya terjatuh dari kepakan sayap
sendiri. Oke baiklah langsung pada poinnya saja.
Akhir-akhir ini saya berpikir kalau saya
terlalu kekanakan. Ego saya tinggi. Sepertinya surat ini sepertinya malah
berisi sampah. Saya suntuk dan lelah. Entah sampai kapan saya harus menunggu,
menunggumu atau keputusan semesta? Jikalau memang harus menunggu semesta,
apakah saya harus menunggunya lima puluh juta tahun lagi seperti kata Bumi? Hmmm
beberapa waktu lalu saya sempat berbicara sedikit dengannya, menurutku dia tahu
banyak tentang kamu, tentangku, tentang kita. Entah seberapa dekat kalian saya
tidak tahu. Tapi kata-kata dia itu, apa maksudnya? Apakah kau akan
menggantungku selama itu, Mars? Saya merasa konyol bertanya seperti ini.
Seharusnya saya percaya padamu. Percaya kau punya keyakinan tentang ini. Tapi
ada sesuatu lain yang sepertinya tidak saya ketahui-kah? Sepertinya begitu
bukan? Entahlah.
Oke saya galau. Sudahlah.
Kau, baik-baik saja, ya!
Phobos
Mars menghela nafas begitu juga Semesta. Menerbangkan selembar kertas kuning bertuliskan tinta magenta di antara nebula-nebula. Dan hembusan nafas semestapun membawanya ke langit Bumi hingga menghasilkan aurora. Bumi terlonjak kaget, pura-pura cuek tapi
membiarkan aurora itu dinikmati oleh pinguin, singa laut dan beruang kutub atau mungkin
orang Eskimo.
Mars-Phobos-Deimos
si dewa perang-si penakut yang bisa terbang-tukang teror!
No comments:
Post a Comment