sisa air hujan di bulan desember |
let me tell you something, untuk terakhir kali, janji.
Tiga nama yang selalu kusebut dalam doaku adalah ayah, ibu dan saudaraku. Tapi sejak bertemu dengannya, tak jarang ku sisipkan diantara nama-nama itu. Bertahun berlalu, tidak banyak yang mampu kulakukan selain kuadukan kau padaNya disetiap rinduku.
Saya bukan Cinta dan dia bukan pula Rangga, tidak dalam satu purnama, namun lima tahun cukup untuk hati ini menunggu. Satu nama yang bukan siapa-siapa namun sebenarnya ada. Kami bukan Keenan dan Kugy yang bersama-sama mewujudkan mimpi. Tapi mimpi dengannya tak pernah pudar dan tersusun rapi.
Kata orang rindu itu indah, namun bagiku ini menyiksa. Begitu lirik lagu yang ku kenal yang tepat menggambarkannya. Lagi-lagi hanya bisa menghela nafas atau memejamkan mata untuk segera melupakannya. Namun hati tak pernah terpejam, dan meskipun mulut terkunci, hati tetap bisa mengucapkan doaku untuknya. Entah sampai kapan.
Sudah Desember lagi, lagi-lagi ingin segera ku sudahi, terlebih tulisan ini atau membuat tulisan yang kau sebut resolusi. Dua ribu empat belas ini kau cukup menyisakan cerita. Tentu saja kau selalu sempat mengisi hari-hari seperti tahun-tahun lalu. Tetapi kekasih hatimu tak bisa kau tutupi. Aku tahu itu.
Mungkin memang sudah waktunya untukku berjalan maju, bukan berputar seperti roda yang lagi-lagi berhenti pada titik tertentu.
Jika lima tahun tak cukup, biarkan aku pergi dulu. Mungkin kita akan bertemu dimasa depan, entah sebagai Keenan dan Kugy, Cinta dan Rangga atau sebagai tokoh baru.
Kuharap ini tulisan terakhirku tentangmu, jika kau membaca, maafkanlah karena aku belum pernah bicara padamu secara langsung. Ku pikir kita belum waktunya membicarakan ini lagi, kan?
Love is a dengerous disadvantage- SH
kali ini bukan fiksi
No comments:
Post a Comment