M: "Ini pembelaan saya, Bumi. Bukan salah saya maupun mereka tentang apa yang terjadi pada mereka berdua, Phobos dan Deimos. Saya hanya menjalani apa yang sudah di takdirkan oleh big bang yang membuat kami bertemu. Big bang telah mengatur semuanya, mengatur saya, kamu, venus, merkurius, pluto, bahkan letak nebula sekalipun. Big bang juga yang telah membuat semesta ini jadi penuh tabrakan bintang berekor dan mentakdirkan kau dengan Selene. Karena big bang kita berada disini. Jadi apa yang kau katakan padaku itulah takdirku, Ge. Kau juga punya takdirmu sendiri. Dan entah kenapa kau tahu banyak tentang takdirku."
B: "Yayaya, saya ingat big bang dan itu yang membuat saya terjebak disini. Terkadang mengingat big bang itu menyebalkan. Oh kenapa saya malah curhat."
M: "Hahaha jadi selama ini kau tidak suka dengan takdirmu? Kasihan sekali. Kenapa kau malah mencaci maki saya dan takdir saya? Bukankah kau punya masalah sendiri yang harus kau selesaikan? Ohya, bagaimana kabar emu? Burung itu lucu sekali, sayang dia punah. Kau tidak berhasil melindunginya-kah? Dan bagaimana kabar hiu-hiumu? Saya dengar mereka hampir punah karena dikonsumsi? Kau akan membiarkannya?"
Bumi diam, tercengang. Semua yang dikatakan Mars benar dan lebih penting untuk direnungkan daripada apa yang berotasi dipikirannya sekarang.
Semesta tersennyum kecil.
Gaia
si ibu dari segala keindahan dan kehuru-haraan
si ibu dari segala keindahan dan kehuru-haraan
Mars-Phobos-Deimos
si dewa perang-si penakut yang bisa terbang-tukang teror!
si dewa perang-si penakut yang bisa terbang-tukang teror!
No comments:
Post a Comment