Tulisan
ini dibuat untuk keperluan Lomba Blog bertemakan Kesan Solo oleh @tentangSolo, mungkin agak beda dari yang lain
---
Ngarsopuro, 27 april
2013
Malam minggu, kau menungguku, tepat dibawah tulisan
Ngarsopuro, salah satu suduh perempatan Jalan Slamet Riyadi yang terkenal dengan
barang antiknya, Pasar Triwindu.
Entah dari berapa lama kau menunggu, tapi aku datang pukul
tujuh lebih lima menit. Kebiasaanku yang tak pernah berubaha dari dulu, telat.
Kita bertemu, kau menjabat tanganku, erat, lalu menanyakan kabarku. Aku
sangat bersemangat menyambutmu, menyambut tanganmu, menyambut senyummu, dan cerita yang nanti akan kudengar.
Berbagai pertanyaanpun keluar dari mulutku. Apakabar kamu, gimana kuliah,
sedang sibuk apa lalu terus mengalir. Raut wajah bahagiaku pasti sangat
terlihat dari sudut matamu.
Kenapa kau mengajakku bertemu di Ngarsopuro? Katamu tempat ini kreatif, perubahannya sangat jelas terlihat, dari yang dulu entah-apa sekarang jadi sangat berarti. Ceritamu
panjang lebar, menceritakan tentang night-creative-market
yang buka setiap malam minggu sedangkan aku dengan antusias
mendengarkannya.
“Menurutku tempat ini tidak hanya kreatif tapi...”,
kamu masih bercerita.
Diperjalanan tadi aku sempat berpikir. Kenapa harus kesana?
Bukannya tempat itu sama sekali nggak cocok buat mmm nge-date, mungkin?
Ingatanku kembali ke beberapa tahun lalu, ketika tinggal di Kota Bengawan ini. Tempat ini dulu tidak ku kenal sebagai 'tempat' tapi sebuah jalan dengan penjual
benda-benda tua dan antik. Pasar Triwindu yang menurutku acak-adul dan ruwet. Yang paling kuingat adalah ada toko kaset di ujung selatan jalan, sepertinya masih ada sampe
sekarang, dan ada toko listrik besar di sebelah timur jalan. Di lorong-lorong belakang toko-toko listrik itu ada pasar yang menjual bermacam barang, tapi entah, aku tidak ingat apa itu. Terlalu malas untuk masuk lebih dalam kesana.
Dulu waktu kecil bahkan aku tidak pernah
mendengar kata Ngarsopuro, yang kutahu ini adalah sebuah jalan di salah satu perempatan dari jalan Slamet Riyadi. Ketika ayah mengajakku kesana
yang kuingat sepanjang jalan ini adalah berbagai macam toko, kebanyakan toko
benda elektronik seperti televisi dan kipas angin, di ujung jalan sebelah timur
ada toko kaset tua yang sampe sekarang ternyata masih eksis, ke utara, ada
sekolah, SMP 5 tempat ibuku dulu menimba ilmu, tepat disebelahnya, diujung
sebelah utara terdapat warung makan Malioboro, yang terkenal dengan menu ayam
bakarnya, ayah juga sering mengajakku kesana. Ohya, dulu banyak kios alat musik dan olahraga di sekitar rumah makan itu, disana, ayahku pernah membelikan gitar.
Ngarsopuro, katamu sekarang berubah banyak, kamu bilang ini adalah salah satu public space yang berhasil
di Solo. Akupun setuju, apa yang kupikirkan dan kubayangkan tadi tentang daerah
itu juga lenyap seketika. Karena percaya akhirnya aku mengiyakan ketika kau mengajakku
berburu foto kesini. Malam minggu ini.
Katamu tempat ini
kreatif. aku setuju. dalam hati kutambahkan sendiri. tempat ini romantis.
“Menurutku tempat ini tidak hanya kreatif tapi romantis”,
kamu masih bercerita. Ah sama!
Benar saja, sejenak aku
terkejut. Segala bayanganku tentang daerah itu berubah. Tempat itu dulu terlihat
ketidak-teraturannya. Sekarang ramai, ada Pasar Triwindu dengan bangunannya yang unik dan khas, night market setiap malam minggu, trotoar jalan yang luas dan yang
paling kusuka adalah lampu-lampu di sepanjang trotoar kanan-kiri dengan sarang
burungnya yang membuat suasanya menjadi.... romantis? Tak kalah menarik
disudut utara depan Mangkunegaran, Omah Jawi, cafe heritage sebagai landmark yang mendukung konteks menjadi kawasan
super-epic dan menguatkan kawasan tersebut.
Kau mengajakku berkeliling,
kamera kita memburu suasana orang beraktivitas disana atau kadang souvenir-souvenir yang dijual. Kami berbincang, membunuh waktu tanpa terasa, membahas betapa perubahan yang terlihat seperti sekarang.
Setelah lelah, kau mengajakku sebuah sudut, kebetulan disana ada life music yang dibawakan oleh paduan
suara mahasiswa yang sedang mengumpulkan dana untuk kegiatannya. Kami menikmati suara mereka yang
membaur dengan suasana malam itu. Lagu Bengawan Solo mengalir lembut. Aku makin
menikmatinya. Alunan musik keroncong yang sudah lama tak kudengar.
Selesai lagu itu kau mengajakku
duduk ditempat duduk dibawah lampu sarang burung, kita berbicara tentang, masa lalu, hal-hal
lucu, cita-cita, dan mimpi kita. Semuannya. Seperti teman lama yang sudah tak bertemu
bertahun-tahun. kau hangat, masih sama seperti dulu, sehangat wedang ronde yang
kau pesankan untukku.
Ngarsopuro,
terimakasih untuk malamnya.
beberapa foto yang kami ambil