Friday, August 17, 2012

Dirgahayu Indonesia-ku

PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, 17-8-1945
Atas Nama Bangsa Indonesia


Soekarno-Hatta

---------------------------------------------

first flag

map

beloved flag


Siapa yang gak hafal teks proklamasi? Hampir semua hafal! Siapa yang gak ngerti maksud isi teks proklamasi? Banyak. Saya termasuk yang tidak paham.

Untuk Indonesia dan sebagai mahasiswa saya belajar mengerti makna isi teks proklamasi. 

kutipan

TEKS “keramat” tersebut diketik oleh seorang tokoh muda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi, Sajoeti Melik. Sedangkan naskah asli digubah M. Hatta, A. Soebardjo, dan dibantu oleh Ir.Soekarno sebagai pencatat.

Apa sebenarnya makna penting dari teks yang ditulis dengan tahun Jepang, 05 —yakni 2605— itu bagi bangsa ini? Jawabnya sederhana saja, karena bangsa kita ingin bebas dari penindasan dan segala bentuk variannya.

Membebaskan diri dari segala bentuk penindasan adalah hak fitrah manusia. Dan tak ada seorang pun di dunia ini yang ingin hidup ditindas. Apalagi terus-menerus dianiaya penjajah. Soekarno Cs dan tokoh pemuda pun menyadari hal itu, negeri ini tak seharusnya terus menerus menderita dalam gurita penjajah.

Proklamasi kemerdekaan yang dibacakan Soekarno-Hatta hanyalah pijakan awal bagi bangsa ini membebaskan diri dari penjajah kolonial. Namun bukan berarti "penjajahan" di negeri ini telah berakhir. "Penjajahan" tetaplah ada. Dan kita pun belum terbebaskan dari segala bentuk variannya.

Kini usia kemerdekaan Republik Indonesia (RI) telah memasuki 62 tahun. Usia setengah abad lebih itu memang belumlah cukup untuk mengukur bangsa ini telah sepenuhnya merdeka. Segala bentuk “penjajahan” masih menghujam. Banyaknya jumlah masyarakat miskin; pengangguran; busung lapar; praktik KKN; gerakan sparatis; hingga pendidikan belum merata, menggambarkan bahwa betapa “penjajahan” itu masih ada.

Sebenarnya makna teks proklamasi yang dibacakan 62 tahun silam itu telah tegas menyatakan: kemerdekaan. Hanya saja maknanya yang belum begitu terserap oleh bangsa ini. Demikian halnya keinginan “merdeka” yang menjadi misi besar proklamasi ternyata masih sangat tekstual kita pahami. Kemerdekaan yang kita nyatakan dalam teks yang ditulis pada tahun 1945 tersebut masih tertutup. Padahal tegas dalam kalimat: “Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia” adalah pernyataan “membebaskan”.

Namun misi besar teks proklamasi tersebut kini seperti kehilangan makna. Semangat “pembebasan” yang tersirat dalam kalimat “kemerdekaan” pun belum mampu terserap dalam setiap sanubari bangsa ini. Meskipun setiap tanggal 17 Agustus, perayaan besar hari ulang tahun (HUT) RI selalu menggema. Tapi tetap saja kita belum mampu mendapatkan jiwa “kemerdekaan”, yakni merdeka dari segala penindasan; peminggiran; keterbelakangan, termasuk “penjajahan” harkat dan martabat manusia.

Keinginan besar untuk merdeka memang tidaklah mudah digapai. Para pendiri bangsa ini telah mengajarkan, kemerdekaan hanya dapat diraih oleh mereka yang berani. Sebab itulah, Bung Karno selalu mengajarkan, “Jangan lupakan sejarah…”. Sejarah yang menjadikan bangsa ini berani menyatakan kemerdekaannya. Bangsa ini pernah besar sebelum merdeka. Bangsa ini pernah jaya sebelum teks proklamasi tersebut dibacakan.

Itu sebabnya dalam teks proklamasi tidak digunakan kata "serah terima", melainkan kata “pemindahan kekuasaan". Mengapa? Sebab kemerdekaan yang kita dapatkan adalah berkat rahmat Tuhan. Bukan pemberian (kebaikan) dari penjajah. Sebab itu sangatlah logis, jika yang digunakan para konseptor teks kemerdekaan itu adalah kata “pemindahan” (kekuasaan).

Namun berbeda jika yang digunakan adalah kata “serah terima", yang bermakna tindakan dua pihak: antara yang menyerahkan dan yang menerima. Maka yang didapatkan adalah kemerdekaan dengan syarat atau yang dalam konsepsi penjajah dikenal “kemerdekaan atas persetujuan”. Kalau konsep ini yang diterima, maka seperti dikatakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda van Mook pada 1942, Indonesia akan mendapatkan kemerdekaannya 100 tahun lagi. Dan itu berarti tahun 2042 kita baru bisa merdeka, yang jika dihitung dari sekarang masih 35 tahun lagi.

Karena perbedaan konsepsi atas kemerdekaan itulah, kita tidak pernah nyaman dengan penggunaan istilah “penyerahan kedaulatan" berdasar hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) pada Desember 1949. Konsepsi “serah terima" kekuasaan sebenarnya bertentangan dengan makna proklamasi yang menyiratkan pembebasan. Sebab tidak ada makna kemerdekaan jika masih menyimpan kalimat tawar-menawar.

Kemerdekaan yang hakiki adalah pembebasan. Itu sebabnya, tidak ada alasan menyebut bahwa kemerdekaan yang kita dapatkan adalah hasil pemberian penjajah. Apalagi hasil politik “dagang sapi” antara para pejuang kemerdekaan dan penjajah. Kemerdekaan yang kita dapat dan rasakan saat ini adalah hasil jerih payah para pahlawan bangsa atas rahmat Tuhan. Karena itu menjadi konsekuensi logis, proklamasi kemerdekaan pun, “Diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja”. 

Dirgahayu Republik Indonesia. Merdeka!
 
 dikutip dari kabarindonesia.com



No comments:

Post a Comment