Sunday, August 24, 2014

Libra dan Galaksi yang Jatuh



Bawalah ku kedalam galaksimu, taruhlah diantara bintang-bintang itu. Karena galaksiku terlanjur jatuh ketika ku bertemu denganmu.

Sesi curhat terselubung diantara nebula. Terlihat dua orang, Libra dan satu lagi, Nara.

"Lalu, apa usahaku kalo nggak ngincer?"
"Terus, kalo ngincer, udah deket banget, terus mau diapain? Sampe ada yang cie-ciein padahal belom ada apa-apa, mau diapain tuh incerannya?"
"Pacaranlah. Pacaran aja, nunggu diajakin nikah, nunggu dilamar."
"Untuk pacaran itu nunggu apa mau bilang duluan?"
"Cewek sih bisanya nunggu doang. Nggak enaknya disitu."

"Tapi anyway, ngomong duluan kayaknya nggak cocok buat kamu."
"Kenapa?"
"Wanita itu dewasa, dewasa dengan cara masing-masing. Tunggu, berdoa, tambah prestasi, benahi diri selayaknya wanita."
"Maksudmu, aku hanya seorang cewek yang kekanakan? Aku bukan wanita, begitu?"
"Bukan maksudku nyebut kamu cewek."
"Intinya, aku belum cocok untuk menjadi seorang pendamping pria?"
"Bukan gitu. Kamu jadi apa adanya dirimu. Nanti akan ada yang datang padamu, menerimamu apa adanya kamu."
"Jadi, menurutmu, apa wanita boleh menyatakan duluan?"
"Apa kamu nggak sanggup untuk menunggu lagi?"
"Seberapa lama lagi?"
"Kalo mau bilang duluan, silakan saja, asal siapkan mental."
"Mental saya sudah siap, mungkin dia yang belum siap."
"Mungkin jalani dulu saja, nggak perlu terburu-buru, dipakai untuk saling kenal lebih jauh."
"Apa buatmu lima tahun tidak terlalu lama untuk saling mengenal lebih jauh?"
"Sepertinya kamu mulai terpaku dengannya, terlalu fokus. Mungkin karena itu kamu susah mencari yang lain, susah didekati, terlalu menutup diri."
"Bukan salahku juga kalo terlalu fokus, salah dianya juga."
"Dia? Dia yang mana?"
"Dia. Suatu saat akan kuceritakan, tagih saja kalo aku lupa."


Sebulan

Sebulan lebih nggak menyentuh blogger. Banyak cerita yang mau ditulis. Tapi bingung mulai menulis dari mana, banyak foto yang mau diceritakan, tapi waktu dan rasa malas mengalahkan segalanya. 
Hari ini hari minggu, jam 3 sore dan saya ada di Jakarta Selatan. Hendak beranjak ke PIM atau mall lain untuk mencari sebuah kuas. Tapi apalah daya, dari jam 10 malah makan mager alias mager alias males gerak.
Akibatnya malah gelundungan dikasur sambil chatting via whats up dan line dengan seseorang. Bicara tentang masa depan, cita-cita, perasaan, curhat, laki-laki, wanita sampai akhirnya mendapatkan suatu jawaban, tentang saya. Hah~

Seseorang bilang pada saya untuk menjadi seorang wanita. Wanita, bukan cewek. Karena wanita itu dewasa. 

Anyway, saya belum mengucapkan selamat lebaran kepada blog saya. Syawal sudah lewat padahal. Post depan, saya akan tulis pengalaman saya di Jakarta deh. Janji.

Sepulang dari Jakarta tentunya ;)

Friday, August 1, 2014

Salah mimpi? Salah kopi? Salah siapa?



"Kamu adalah sebuah kesalahan menikmati secangkir cokelat panas malam ini."


Dari tadi kamu sibuk, menatap layar laptopmu dengan jemarimu menari lincah diatas keyboard. Dengan bunyi cetak-cetik ratusan kali yang kudengar diantara kuping yang kusumpal dengan instrumental piano. Kadang bola mata nakalku tak bisa ditahan mengerling dari layar laptop ke kamu yang sedang serius. Lalu senyum kecil melengkung dan panas terasa dipipiku.

Hampir setiap hari kita bertemu disudut meja situ. Lalu semesta mengatur agar kamu selalu duduk tepat di depanku. Kamu selalu fokus dengan layarmu, sedang aku terlalu fokus memperhatikan gerak-gerikmu.

Sore itu kamu duduk lagi didepanku, mengajakku minum kopi di kafe favoritmu. Aku duduk menyeruput cokelat panas dibelakang layarmu. Seperti biasa. Bola mataku tak pernah bisa lepas dari balik layarku.
Kita sudah lama bersama, mungkin dari awal kita diperkenalkan semesta. Sudah lama pula kita saling bertukar cerita atau membunuh waktu bersama. Bagiku kita adalah satu diantara berapa ratus kesalahan yang tercipta. Kita adalah dua manusia yang masing-masing memeluk mimpi. 

Sore itu kamu bercerita tentang mimpi besarmu. Aku hanya bisa mengagumi dan berdoa dalam hati. Agar suatu saat aku bisa bersamamu mewujudkan mimpi itu. Atau kau bersamaku mewujudkan mimpiku. Pikiran yang selalu dan selalu muncul yang kuanggap adalah penyakit pemimpi. Terlalu muluk-muluk.

Tapi sore itu kamu bilang aku adalah bagian besar dari mimpimu, katamu aku yang akan mewujudkannya bersamamu. Senyum getir melengkung diwajahku. Akhirnya tertawa lepas tak bisa lagi ku tahan. Kamu bingung. Aku hanya bisa terus tertawa sembari menunggumu bertanya kenapa.

Kamu punya dia, yang mungkin sedang menunggumu bercerita tentang mimpimu. Dan aku memegang mimpinya, lelaki yang dua tahun lalu memberikan seluruh mimpinya untukku. Menungguku dialam sana untuk melihatku mewujudkannya. 

Bukan salah mimpi, tapi kita. Mungkin seharusnya bukan kamu yang duduk didepanku bersama secangkir kopimu. Atau bisa jadi aku adalah kesalahan bagimu, bukan aku yang duduk didepanmu dengan secangkir cokelat panasku.

***


Note:
lama nggak nulis fiksi, selamat datang kembali hobi yang muncul dikala dekat deadline

cheers!